Elektrospinning adalah salah satu contoh
fenomena elektrohidrodinamika. Dalam elektrohidrodinamika, suatu muatan listrik
akan dapat mengakibatkan pergerakan suatu fluida ketika dikenai medan listrik.
Proses elektrospinning memiliki banyak kesamaan dengan elektrospraying.
Perbedaan kedua proses tersebut hanya terletak pada produk akhir yang
dihasilkan. Dalam elektrospraying, partikel-partikel atau struktur bead akan dihasilkan, sedangkan elektrospinning menghasilkan nanofiber yang
kontinyu (Gambar 1). Terbentuknya bead maupun nanofiber tergantung apakah medan listrik yang
diterapkan mampu mengimbangi tegangan permukaan larutan.
Gambar 1. a) Fenomena elektrospraying yang
menghasilkan struktur bead atau partikel (Sen et al., 2006), b) Fenomena elektrospinning
dengan hasil akhir berupa nanofiber (Li dan Xia, 2004).
Dalam metode elektrospinning, tegangan tinggi pada
rentang tertentu diterapkan di antara
dua buah elektroda untuk memperoleh jenis dan kualitas nanofiber yang
diinginkan. Satu elektroda dibuat bersentuhan dengan cairan polimer untuk
menghasilkan cairan bermuatan ketika dikenai medan listrik luar dan elektroda
lainnya bertindak sebagai kolektor. Untuk mendapatkan nanofiber, proses
elektrospinning harus diawali dengan terbentuknya formasi Taylor cone (cairan berbentuk seperti kerucut diujung spinneret).
Medan listrik yang mengenai Taylor cone
harus mampu mengimbangi tegangan permukaan larutan. Ketika medan listrik
dinaikan lagi, formasi jet akan keluar dari ujung Taylor cone. Jet polimer akan mengalami gangguan sehinggga terjadi bending dan dilanjutkan dengan
terbentuknya lintasan spiral hingga akhirnya nanofiber terkumpul di kolektor
dalam bentuk solid.
Dalam elektrospinning, larutan polimer akan mengalami
beberapa ketidakstabilan. Ketidakstabilan ini mempengaruhi ukuran dan geometri
nanofiber yang dihasilkan. Ketidakstabilan yang pertama, yang juga dikenal
sebagai ketidakstabilan Rayleigh
merupakan ketidakstabilan aksisimetrik dan terjadi ketika kuat medan listrik
yang dipakai rendah atau ketika viskositas larutan berada dibawah nilai
optimum. Penggunaan larutan dengan viskositas yang rendah menyebabkan jet
terputus dan berubah menjadi bead
pada morfologi nanofiber. Hal ini disebabkan oleh rendahnya densitas rantai
yang bertautan (entanglement) pada
larutan dan tidak cukup mampu menahan gaya dari medan listrik yang diberikan.
Ketidakstabilan Rayleigh dapat teratasi ketika medan listrik yang digunakan
lebih tinggi (densitas muatan yang lebih tinggi) atau dengan membuat
konsentrasi yang tinggi pada larutan polimer.
Jet polimer yang baru saja terbentuk dan dikontrol oleh
ketidakstabilan Rayleigh akan bergerak lurus. Jet ini selanjutnya dipengaruhi
oleh dua ketidakstabilan lainnya, yakni ketidakstabilan bending dan whipping.
Kedua ketidakstabilan ini muncul akibat adanya interaksi tolak-menolak antara
muatan excess yang terdapat di dalam
jet, sehingga memicu terjadinya penipisan (thinning) dan pemanjangan (elongation) jet. Pada medan listrik
yang tinggi, jet didominasi oleh ketidakstabilan bending (axisymmetric) dan whipping
(non-axisymmetric), yang menyebabkan pergerakan jet seolah-olah seperti
membentuk suatu kerucut. Pada medan listrik yang tinggi dan terdapat densitas
muatan yang cukup pada jet, ketidakstabilan axisymmetric (Rayleigh dan bending)
akan menurun, sementara ketidakstabilan non-aksisimetrik akan meningkat.
Ketidakstabillan whipping menghasilkan gaya tekuk (bending) pada jet, menghasilkan derajat elongasi jet yang tinggi.
Selama proses ini berlangsung, pelarut akan menguap dan akhirnya terdeposit
sebagai nanofiber pada elektroda kolektor.
Beberapa model telah dikembangkan untuk memahami secara
detail mengenai fenomena elektrohidrodinamika, baik dalam elektrospinning
maupun elektrospraying. Karena proses yang terjadi pada
elektrospinning dan elektrospraying memiliki banyak kesamaan, maka beberapa
teori pada elektrospraying seharusnya dapat dipakai untuk menjelaskan proses
elektrospinning.
Dalam fenomena elektrohidrodinamika, persamaan Navier-Stokes
dan persamaan-persamaan Maxwell seringkali dikombinasi untuk mengetahui
bagaimana gerak fluida dan fenomena elektromagnetik yang ada di dalamnya.
Karena konduktivitas listrik larutan yang sangat kecil, maka efek magnetik
dalam persamaan Maxwell dapat diabaikan.
Persamaan yang
menjelaskan proses terjadinya elektrospinning diawali dari hukum kelestarian
momentum linier. Penerapan hukum kelestarian momentum linier mampu
menghubungkan antara elektrodinamika dan mekanika yang merupakan dasar dari
mekanisme elektrospinning. Salah satu persamaan yang sangat penting di dunia
fisika yang dihasilkan melalui penerapan hukum kelestarian momentum adalah
persamaan Navier-Stokes. Persamaan Navier–Stokes yang menggambarkan
keseimbangan momentum dari suatu benda dapat dituliskan dalam bentuk,
dengan p
adalah tekanan fluida, ρ adalah massa jenis, η viskositas, g percepatan gravitasi
dan u adalah medan kecepatan. Jika
momentum listrik dan gravitasi diikutsertakan, persamaan tersebut dapat
ditulis,
dengan momentum mekanik diekspresikan sebagai
gradien dari tensor stress mekanik fluida Tm,
dan diberikan oleh,
Sementara itu, tensor stress listrik Te didefinisikan oleh,
dengan E
adalah medan listrik, q muatan
listrik, ε permitivitas bahan, dan pst merupakan tekanan elektrostriktif. Suku pertama
dalam persamaan tersebut dikenal sebagai gaya Coulumb, yakni gaya
elektrohidrodinamika yang terkuat dan merupakan gaya per satuan volume pada
medium yang mengandung muatan listrik bebas. Suku kedua, disebut sebagai gaya
dielektroforesis, yang muncul sebagai akibat dari gaya yang bekerja karena
medan listrik yang terdapat pada fluida dielektrik yang tidak homogen. Suku
ketiga merupakan gaya elektrostriktif yang merepresentasikan densitas gaya
elektromekanik karena ketidakseragaman medan listrik. Sehingga persamaan
kelestarian momentum secara keseluruhan menjadi,
Dalam medium isotropik, sifat fluidanya
inkompresibel, besaran permitivitas tidak memiliki gradien, sehingga gaya dielektroforesis
bernilai nol. Untuk medan listrik yang seragam, gaya elektrostriktif juga
menjadi nol, sehingga didapatkan persamaan
Pada fluida yang konduktif, muatan-muatan listrik dan
gaya listrik akan terkonsentrasi pada batas permukaan. Ini berarti bahwa
densitas muatan permukaan akan tersebar disepanjang wilayah antarmuka, sehingga
menjadikan gaya Coulumb mampu mendeformasi cairan (Lastow dan Balachandran, 2006).
Telah diketahui bahwa
dalam elektrospinning, pembentukan formasi Taylor
cone memiliki peran yang penting dalam menginisiasi terbentuknya nanofiber.
Tanpa kehadiran medan listrik eksternal, larutan polimer yang keluar dari ujung
spineret hanya akan menetes dan tidak bisa melanjutkan proses berikutnya untuk
membentuk nanofiber. Akan tetapi, ketika medan listrik luar diberikan, larutan
diujung spineret yang awalnya berbentuk bola akan berubah menjadi kerucut.
Mekanisme perubahan bentuk formasi larutan diperlihatkan pada Gambar 2. Beberapa gaya yang
bekerja pada larutan yang berada diujung spinneret adalah gaya gravitasi bumi,
tegangan permukaan, gaya viskus, dan beberapa stress listrik.
Gambar 2 Gaya-gaya yang
bekerja pada Taylor cone (Sen et al.,
2006)
Pemberian medan listrik luar E pada arah sumbu-z akan menginduksi munculnya arus j(E) yang mematuhi hukum
Ohm, yakni
Komponen normal pada arus ini bertanggung jawab
atas generasi muatan di permukaan (Subbotin et al., 2013). Akumulasi densitas
muatan permukaan (antar muka larutan polimer dan udara) akan memicu munculnya
medan listrik pada arah normal permukaan dan menghasilkan adanya stress pada
arah normal dan tangensial dari permukaan (Sen et al., 2006). Stress listrik pada
arah tangensial selanjutnya menggerakkan muatan-muatan ke ujung meniskus dan
mengubah bentuk formasi larutan menjadi Taylor
cone. Sebagian besar muatan akan terkumpul di ujung Taylor cone dan sebagian lagi kembali sehingga membentuk vortex (Gambar 3).
Gambar 3 a) Pergerakan
muatan di dalam Taylor cone, b) Distribusi
muatan di dalam Taylor cone (Fard et
al., 2010)
Densitas
muatan yang lebih besar di ujung Taylor
cone menyebabkan munculnya gaya tolak Coulumb antar muatan-muatan yang
mampu melepas cairan polimer dan melahirkan formasi jet.
Adanya transisi
antara Taylor cone dan formasi jet
membuat proses elektrospinning dibagi ke dalam dua bagian, yakni konduktif dan
konvektif. Bagian konduktif berada pada wilayah yang berdekatan dengan nozzle z < 0, sedangkan bagian konvektif berada pada z > 0, dimana z adalah panjang jet. Oleh karena itu, total arus pada
elektrospinning merupakan kontribusi dari arus yang berada di kedua wilayah
tersebut dan diberikan oleh,
Dengan Ikond
dan Ikonv berturut-turut
merupakan arus konduksi dan konveksi, r
adalah radius jet, Ez
medan listrik di permukaan yang searah sumbu-z, vz
kecepatan jet pada arah-z, dan σ adalah densitas muatan permukaan. Arus listrik
pada bagian konduktif sangat ditentukan oleh konduktivitas, sedangkan arus di
bagian konvektif ditentukan oleh arus konveksi. Pada z = 0 kedua arus tersebut memiliki besar yang sama (Subbotin et al., 2013).
Sumber : Mu'min, M.S, 2014, Pengaruh Konsentrasi
Pelarut Asam Asetat Terhadap Munculnya “Bead” Pada Nanofiber Pva/Kitosan, Tesis, Jurusan Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta
No comments:
Post a Comment